Pilar Kekuatan Jamaah Dakwah


Disarikan dari Taujih : Ust. Hasan B Hafizahullah
dosen Ma'had Dirosat Al-Hikmah

Disarikan oleh
Ahmad Feri Firman


Alhamdulillah wa shalatu wa salamu ala Rasulillah wa alaa aalihi wa shahbihi wa man waa laah. Wa ba’du.

Ikhwah sekalian,

Saya sangat senang bertemu dengan Antum semua sebagai tokoh-tokoh dakwah. Perlu Antum ketahui, bahwa perang hakiki yang kita hadapi hari ini adalah jiwa (perang urat syaraf). Oleh karenanya, gerak yang kita lakukan harus diawali dengan membentuk dan membina pribadi muslim. Dan sarana utama kita dalam kebangkitan ini adalah kaderisasi. Adapun ruang lingkupnya adalah bagaimana kita membentuk aktivis dakwah yang bisa menanggung misi kebangkitan secara komprehensif. Kebangkitan ini hanya bisa dilakukan oleh satu shaff barisan yang utuh dengan ruh ukhuwwah dan terdiri dari orang-orang yang saling menguatkan serta percaya dengan pemimpinnya. Merekalah yang akan mampu memimpin umat Islam karena mampu menghadapi tantangan dan membenci perpecahan.

Bisa saja pada saat melewati ragam problematika di jalan dakwah, kita lupa terhadap masalah asasi, yaitu ikatan barisan dakwah dengan tali ukhuwwah. yang terjalin di atas akal dan hati. Bukan sekedar ikatan artifisial dan bukan pula sekedar keanggotaan partai atau jamaah saja, melainkan keterikatan dengan ikatan keimanan.

Ikhwah rahimakumullah,
Persaudaraan dan ukhuwwah yang kita wujudkan agar dapat menembus ruang dan waktu hidup kita hingga ke akhirat harus didasarkan karena Allah swt, bukan karena yang lain. Dengan demikian tantangan yang kita hadapi meskipun besar akan menjadi ringan bila kita hadapi dengan ukhuwwah. Bahkan tatkala kita memiliki ukhuwwah yang baik, sebuah tantangan yang diarahkan kepada kita akan memperkuat kita sendiri.

Sebagaimana Imam Hasan Al Banna rahimahullah mengatakan, ”Asasu da’watina al hubbu fillah wa tarahum.” Landasan dakwah kita adalah cinta karena Allah dan kasih sayang. Kata-kata al hubbu fillah (cinta karena Allah) bukan sekedar kata-kata, bukan hanya ucapan, dan bukan pula sekedar syiar simbol. Siapapun yang mengatakannya, harus sadar tuntutan konsekwensi kata-kata itu.

Ikhwah rahimakumullah,
Allah swt menyaksikan apa yang kita katakan, dan ucapkan dari mulut kita apakah jujur atau tidak. Setiap segala sesuatu ada hakikatnya yang bisa diterjemahkan dalam kenyataan. Sayyid Quthb rahimahullah mengatakan, “Al ukhuwah fillah, laa yadzuuquha illa man dzaaqaha.” Ukhuwwah di jalan Allah, tak bisa dirasakan kenikmatannya kecuali oleh orang yang telah merasakan nikmatnya. Lihatlah bagaimana para sahabat berinteraksi sesama mereka dengan cinta dan ukhuwwah. Meskipun ada perselisihan di antara mereka, tapi perselisihan itu tidak merusak kasih sayang yang ada di antara mereka.

Begitulah, Allah telah menanamkan kasih sayang dalam jiwa mereka. Sehingga sebenarnya yang menjadi masalah bukan terletak pada hal yang diperselisihkan, tapi pada kedengkian yang muncul dalam jiwa orang-orang yang berselisih itu. Sedangkan bila di bawah naungan cinta, bukannya kita tidak pernah berselisih, namun kita akan mengerti bagaimana sikap kita ketika berselisih, berdiskusi, dan beradu argumentasi. Islam mengajarkan kita untuk menjadikan cinta karena Allah menjadi landasan dalam setiap perbuatan.

Sesungguhnya, sikap paling buruk adalah bila kita menguliti pakaian saudara kita, yaitu dengan membongkar aib saudara kita. Bahkan Allah swt mengistilahkan seperti memakan bangkai saudaranya yang sudah mati.

Menurut Ahmad bin Hambal, 90 persen kebaikan akhlak adalah dengan pura pura mengabaikan informasi yang buruk. Bila kita tidak bisa memberi udzur(alasan), kita cari alasan lain untuk saudara kita. Jangan kehabisan alasan untuk saudara kita. Ini adalah manhaj Islam. Kita juga harus mengerti bahwa jalan pikiran orang berbeda-beda. Karena itu, dalam jamaah Ikhwan, hak menentukan pendapat mana dan siapa yang harus didukung ada pada qiyadah. Imam Al Banna sejak sejumlah Ikhwah berbaiat kepadanya sudah bertanya, ”Apakah kalian siap mengalah dalam mengikuti masalah ijtihadiyah para qiyadah?” Hak pemimpin adalah menentukan mana dan siapa yang harus diikuti. Dalam majlis syuro setiap orang bisa menyampaikan apa saja secara bebas. Tapi bila syuro sudah menetapkan qarar maka tidak ada lagi hak pribadi untuk menyampaikan pendapat. Kita harus ridha dengannya.

Ukhuwwah karena Allah adalah kenikmatan yang hadir karena keimanan. Ukhuwwah akan terhalang bila tanpa keimanan. Sama dengan hadits yang menceritakan bahwa seorang mukmin tidak akan berzina, ketika dia beriman. Demikian juga, seorang mukmin takkan menyakiti saudaranya dan takkan menodai persaudaraannya sesama mukmin bila dia beriman. Ketika seseorang telah bicara tentang keburukan saudaranya, berarti keimanannya telah rusak. Dan berarti ia berdusta ketika kita mengatakan, engkau adalah saudaraku di jalan Allah. Ia sesungguhnya tidak tahu apa arti ukhuwwah, apa fiqih ukhuwwah.

Ikhwah sekalian,
Sebagai Muslim, ketika ingin mengatakan sesuatu kita harus menghadirkan niat. Sebagaimana ucapan seorang sahabat yang menyebutkan, ”Sejak aku baiat kepada Rasulullah tak pernah keluar dari mulutku kecuali, setiap aku ingin bicara tertahan lebih dahulu, dan aku pertimbangkan apa akibatnya.” Tidak sebagaimana orang-orang munafiqin yang menceritakan isu-isu negatif dengan mulut mereka, Allah swt menyebutkan bahwa mereka menganggap apa yang mereka katakan itu ringan saja, padahal sangat berat dosanya di sisi Allah swt.

Ikhwah sekalian,
Tiga hal yang menjadi buah dari ukhuwah adalah. Pertama; Ukhuwwah ini adalah bagian dari keimanan kita dan karena keimanan itu kita menjadi saling merekat. Kedua; Ukhuwwah adalah senjata qiyadah, dalam mencapai tujuan, dalam merealisasi target. Ketiga; Ukhuwwah adalah senjata paling ampuh, untuk menghadapi tantangan dan kesulitan.
Saya ingin contohkan masalah yang dialami Ali bin Abi Thalib ra. Sahabat Nabi yang sudah jelas kemusliman dan keimanannya, kapasitas ilmu, akal, ruhani, ibadahnya, juga keberanian dan kekuatannya. Akan tetapi sebab musabab yang memunculkan perang Shiffin antara kelompok Ali dan Mu’awiyah dipicu oleh informasi dusta yang terus menerus disampaikan oleh kelompok Syiah, dan secara terus menerus diprovokasi, dipancing dengan ejekan ”Ali adalah pemberani, tapi tak pandai berperang.” sehingga terpengaruh dan terprovokasi..

Ikhwah sekalian,
Ketika Hasan bin Ali pernah ingin mengalah dan menyepakati perdamaian dengan Mu’awiyah, padahal ia bersama 12 ribu pasukan yang siap berperang. Namun kelompok Syiah tidak ingin urung berperang. Mereka tidak ingin Hasan bin Ali mengalah. Ketika itulah Hasan bin Ali mengatakan, ”Apa yang kalian benci dalam berjamaah, lebih baik daripada apa yang kalian sukai dalam perpecahan. Karena Tangan Allah bersama jamaah. Perpecahan adalah saudara kufur, kesatuan adalah saudara keimanan.” 

Ikhwah sekalian,
Ingat, bahwa buah ukhuwwah, akan kembali pada diri kita sendiri, pada jamaah, pada masyarakat, dan pada lingkup yang luas dari itu. Jika kita saling mencinta karena Allah, dan kita ikhlash, mudah mudahan itu menjadi bekal kita bisa menggenggam kemenangan dengan dakwah ini.
Untuk Selengkapnya Silakan di unduh: Taujih Ust. Hasan B Hafizahullah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar